Senin, 03 November 2025

Proyek Strategis Nasional Waduk Karian Digadang Majukan Rakyat Alih-Alih Merobek Dan Lukai Hati, Warga Desa Bungurmekar Mendesak Pemerintah Agar Segera Bertanggung Jawab!

BANTEN, HI - Proyek strategis nasional Waduk Karian, yang digadang-gadang membawa kemajuan, justru menyisakan duka bagi warga Desa Bungurmekar, Kecamatan Sajira. Lahan mereka terendam, harapan akan ganti rugi yang adil pun kian menipis. Terbaru, sidang mediasi sengketa lahan antara warga dan Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, Cidurian (BBWSC 3) Banten serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lebak, yang digelar di Pengadilan Negeri Rangkasbitung pada Senin (3/11/2025), berakhir tanpa titik temu. Kegagalan ini menambah panjang daftar kekecewaan warga yang merasa diabaikan oleh pemerintah.
 
Sengketa ini bermula ketika BBWSC 3 mengklaim lahan milik warga Bungurmekar dengan Nomor Induk Bidang (NIB) 1570 tanpa hak milik yang jelas. Ironisnya, lahan tersebut kini telah tenggelam akibat proyek strategis Karian. Akhirnya, warga pun menggugat BBWSC 3 dan BPN Lebak, pihak yang menerbitkan NIB tersebut, demi mencari kejelasan.
 
Abdurohman, salah seorang warga Bungurmekar yang juga bertindak sebagai Penggugat, mengatakan bahwa gugatan ini bukan inisiatif pribadinya, melainkan atas "arahan" dari pihak BPN Lebak dan BBWSC sendiri. Kisah ini bermula dari serangkaian audiensi yang mencapai klimaksnya pada 13 Januari 2025. Saat itu, warga yang merasa aspirasinya tak pernah didengar setelah empat kali bersurat, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor BBWSC 3 Kota Serang.
 
"Setelah aksi tersebut, perwakilan BPN Lebak, Pak Fahri dan Bu Revi dari PPK Kementrian PUPR BBWSC 3, disaksikan pihak kepolisian dan pemerintah terkait, justru 'mengarahkan' kami untuk menggugat ke Pengadilan Rangkasbitung saja," kata Abdurohman kepada awak media usai sidang.
 
Ia juga kemudian mengingat audiensi yang difasilitasi Pemkab Lebak pada 17 Januari 2023 silam yang bernasib serupa. Padahal, tujuannya sama, yakni meminta solusi kepada BPN Lebak dan BBWSC 3 agar NIB 1570 ini segera diselesaikan. Dari situ, berbagai tahapan telah dilalui, namun penyelesaian tak kunjung tiba selama kurang lebih tiga tahun. Bahkan, isu konsinyasi di Pengadilan Negeri Rangkasbitung pun menguap begitu saja karena alas hak warga belum terregistrasi.
 
"Sebelum kami melangkah jauh ke pengadilan Rangkasbitung, kami sudah meminta petunjuk dan arahan dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Lebak yang memfasilitasi pertemuan dengan BPN Lebak dan BBWSC 3 diwakili orang yang sama (Pak Fahri dan Ibu Revi,-red). Tapi, tahap demi tahap sudah dilalui, malah tak terasa sudah kurang lebih tiga tahun kami mencari kejelasan tak tentu arah. Parahnya, kami seolah dibenturkan dengan isu konsinyasi yang tak jelas oleh mereka hingga pada akhirnya ada yang memberikan nasihat agar kami didampingi Posbakum ada di Pengadilan. Karena kami bingung sewaktu gugatan mandiri kami tidak faham, memang waktu itu kami diingatkan oleh Bu Revi untuk tidak memakai pengacara tapi Alhamdulillah bermodalkan SKTM kami bisa didampingi oleh pengacara," lanjutnya.
 
Abdurohman juga menyayangkan sikap Pemerintah karena seakan tidak memberikan dukungan kepada masyarakatnya, bahkan malah seolah dibenturkan dengan aturan yang tak jelas.
 
"Seharusnya masyarakat dibantu secara moril oleh pemerintahnya, bukan malah dibenturkan dengan hukum. Ketika kami akan menempuh jalur hukum, kami meminta bantuan pendampingan hukum kepada pemerintah, tetapi seolah diabaikan dengan alasan tidak ada anggaran. Alhamdulillah setelah ada yang memberikan nasihat, kami didampingi Posbakum di Pengadilan Rangkasbitung. Karena kami bingung sewaktu gugatan mandiri kami tidak faham, memang waktu itu kami diingatkan oleh Bu Revi untuk tidak memakai pengacara tapi Alhamdulillah bermodalkan SKTM kami bisa didampingi oleh pengacara," katanya.
 
Sementara itu, Pegiat sosial, Enggar Buchori, S.Pd, turut menyuarakan keprihatinannya atas sikap BBWSC 3 yang dinilai tidak pro masyarakat, terutama kepada mereka yang awam dengan hukum. 

"Hari ini kita dipertontonkan drama 'raja' penguasa menghantam rakyatnya sendiri yang tidak berdaya. Mediasi dianggap tak berarti. Padahal seharusnya pemerintah hadir saat masyarakat membutuhkan pertolongan, bukan malah sebaliknya," kata Bang Enggar sapaan akrabnya dengan nada prihatin.
 
Ia juga menyoroti penggunaan kuasa hukum dari luar pemerintah oleh BBWSC 3, sementara bantuan hukum untuk masyarakat justru nihil.

"Giliran masyarakat minta bantu pendampingan hukum katanya tidak ada anggaran, tapi faktanya mereka mampu menghadirkan kuasa hukum yang bukan dari pengacara negara atau Kejaksaan. Mungkin banyak kali uang PPK itu sehingga bisa menghadirkan pengacara luar," sindir Bang Enggar.
 
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan perlawanan dan turun ke jalan, bahkan hingga ke Istana Presiden, agar seluruh Indonesia mengetahui bahwa di Kabupaten Lebak ada proyek strategis nasional yang justru menyengsarakan rakyat.
 
"Saya heran mengapa pemerintah seolah menguji kesabaran rakyatnya dengan membenturkan dengan hukum. Ingat, kami ini masyarakat, bukan perusahaan yang akan menggerogoti lahan rakyat," tambah Bang Enggar yang getol menyuarakan aspirasi masyarakat melalui media.
 
Lebih lanjut, ia berharap Presiden Prabowo turun tangan langsung membantu rakyatnya yang kesulitan dan mengevaluasi regulasi serta anggaran proyek Karian. Ia juga menyinggung laporan dari desa lain terkait masalah fasilitas umum, seperti pekuburan dan masjid, serta kasus dua orang paruh baya warga Desa Sukajaya, Kecamatan Sajira, yang lahannya diduga dimanipulasi oleh oknum tidak bertanggung jawab, namun belum selesai hingga kini.
 
"Di Pengadilan Rangkasbitung ini masih banyak Persoalan Konsinyasi Klaim Perusahaan atas tanah Pemerintah dan bahkan persoalan masyarakat yang tanahnya diklaim perusahaan pun masih banyak terjadi. Mengapa urusan seperti ini harus berlarut-larut ada apa, apa mungkin malu kalau kalah dengan masyarakat. Padahal dalam konteks ini tidak ada menang dan kalah, masyarakat hanya meminta haknya saja untuk klaim lahan dan segera dibayarkan karena mereka sudah berjuang menghabiskan waktu dan finansial nya disisi lain harus menghidupi keluarga dan berjuang melawan ketidakadilan. Kepada Bapak Presiden Prabowo tolong masyarakat Lebak karena seolah tidak memiliki rasa keadilan, saya yakin dengan hadirnya negara persoalan ini akan terang benderang," tandasnya dengan nada penuh harap.

Tak hanya sengketa lahan, Enggar juga menyoroti sejumlah kasus lain di wilayah Kabupaten Lebak yang berhubungan dengan tanah sitaan Beni Cokro, terutama di sekitar Kecamatan Maja, Cibadak, dan wilayah lainnya.
 
"Kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak, serta peredaran narkoba, juga masih menjadi masalah serius di Kabupaten Lebak," pungkasnya.
 
Di sisi lain, Kuasa hukum masyarakat, Hanif SH, menegaskan bahwa pihaknya telah mengajukan bukti-bukti kepemilikan tanah yang sah, seperti alas hak dan saksi-saksi terkait NIB 1570. Ia juga mempertanyakan dasar hukum penerbitan NIB 1570 tanpa hak milik oleh BPN.
 
"Kami yakin klien kami adalah pemilik sah atas tanah tersebut. Kami berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan bukti-bukti yang kami ajukan dan membatalkan NIB 1570 yang diterbitkan oleh BPN," ujar pengacara dari Posbakum Rangkasbitung usai persidangan, dengan nada optimis.
 
Hingga berita ini diturunkan, awak Media masih mencoba mengonfirmasi pihak-pihak terkait termasuk BPN Lebak dan BBWSC 3 Wilayah Banten.


(Dimyati) HI
 
 

Selasa, 28 Oktober 2025

Kementerian ESDM Bersama KKP Menekankan Pentingnya Kolaborasi Pusat - Daerah Dalam Hilirisasi Dan Ekonomi Biru


JAWA BARAT, HI – Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Lana Saria serta Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ishartini menegaskan,"Pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan pembangunan berbasis hilirisasi dan ekonomi biru," Pesan itu disampaikan saat keduanya menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025.
 
Forum yang diikuti oleh Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari seluruh Indonesia tersebut berlangsung di Balairung Rudini, Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada Selasa (28/10/2025).
 
Dalam paparannya, Lana menjelaskan bahwa sektor mineral dan batubara (minerba) terus menjadi penggerak utama ekonomi nasional dengan kontribusi terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp94,975 triliun hingga triwulan III tahun 2025. 
 
Selain itu, sektor ini menyerap 680.512 tenaga kerja hingga September 2025. Ia menyebut, transformasi kebijakan pertambangan kini diarahkan untuk memperkuat hilirisasi dan industrialisasi di daerah.
 
“Transformasi kebijakan pertambangan untuk hilirisasi sesuai amanah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 menjadi arah pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045, yaitu hilirisasi dan industrialisasi untuk kemandirian ekonomi daerah,” ungkapnya.
 
Ia menjelaskan bahwa," Pemerintah pusat dan daerah memiliki peran saling melengkapi dalam tata kelola pertambangan. Pemerintah daerah (Pemda)," katanya. 
 
Perlunya memasukkan sektor minerba secara strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) agar kegiatan tambang selaras dengan visi pembangunan jangka panjang dan tata ruang wilayah.
 
“Kemudian Pemda juga [perlu] menyediakan kemudahan perizinan yang transparan dan juga memiliki kepastian hukum. Langkah ini tentunya akan menciptakan iklim investasi yang sehat serta mendorong perekonomian ekonomi lokal,” ujarnya.
 
Menurutnya, Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar. Karena itu, pengolahan sumber daya alam di dalam negeri menjadi kunci peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.
 
Sementara itu, Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan KKP Ishartini menegaskan bahwa, pembangunan ekonomi biru menjadi bagian penting dari Asta Cita Presiden Prabowo.
 
"Hal ini terutama dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menurunkan kemiskinan, dan membangun sumber daya manusia unggul," tegasnya.
 
“Untuk sektor kelautan dan perikanan ini," sambungnya," Dengan adanya kita panjang pantai, dengan jumlah-jumlah pulau, ini memiliki potensi sektor kelautan dan perikanan yang tidak ada bandingnya sebenarnya. Inilah yang seharusnya kita jaga bersama."
 
Ia memaparkan lima kebijakan utama ekonomi biru yang akan dijalankan dalam lima tahun ke depan. 
 
"Kebijakan tersebut meliputi perluasan kawasan konservasi; penangkapan ikan terukur berbasis kuota; pengembangan budidaya laut dan pesisir berkelanjutan; pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; serta pengurangan sampah plastik di laut," paparnya.
 
“Intinya dalam kita mengembangkan program-program di sektor kelautan dan perikanan kita selalu mengedepankan ekologi. Selalu menyeimbangkan antara ekologi dengan ekonomi, sehingga pembangunan semua harus bisa mengedepankan prinsip-prinsip berkelanjutan,” imbuhnya.
 
Ia juga mengajak Pemda untuk memperkuat edukasi kepada pelaku usaha dan masyarakat agar memperhatikan mutu produk di sektor kelautan dan perikanan. 
 
“Kalau sudah terjamin mutunya, produk ini akan memenuhi persyaratan untuk ekspor. Karena persyaratan untuk ekspor, persyaratan keamanan pangan itu sangat penting dan terus dinamis,” pungkasnya.
 
 
(Dadang) HI
 

Rabu, 22 Oktober 2025

Skandal Ijazah UGM, Prof. Yudhie Haryono Tegaskan, 'Pratikno Adalah Aktor Tunggal Pemalsuan Ijazah Jokowi!'


JAKARTA, HI – “Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran akan mengalahkannya!” Itulah ucapan apologetik dari seorang pakar hukum legendaris Indonesia, Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy atau yang lebih sering disapa sebagai Prof. Sahetapy.

Dalam kasus ijazah mantan Presiden Joko Widodo, ungkapan di atas amat relevan untuk disematkan. Bagaimanapun Joko Widodo dan para pembelanya berkelat-kelit, yang terkadang penuh drama menguras emosi, namun faktanya ‘kebenaran’ tetap memburu keaslian ijazah yang digunakannya saat mencalonkan diri menjadi pemimpin Kota Solo, DKI Jakarta, dan Republik Indonesia.

Di tengah hiruk-pikuk perdebatan tentang masalah tersebut, muncul pernyataan mengejutkan dari seorang Prof. M. Yudhie Haryono, M.Si, Ph.D., yang merupakan salah satu tokoh penting dalam perjalanan karir Jokowi, termasuk di awal-awal pencalonannya sebagai Walikota Solo tahun 2005. 

Dengan tegas, dosen dan pengurus yayasan sebuah universitas swasta di Jakarta ini mengungkapkan bahwa 100 persen Joko Widodo tidak memiliki ijazah Universitas Gajah Madah (UGM).

“100% Pak Jokowi tidak punya ijazah UGM,” ungkap Yudhie kepada Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, melalui percakapan WhatsApp pada Rabu, 22 Oktober 2025, sambil menambahkan, “Dan, sudah lama kami usulkan untuk dihukum karena (dia) menipu semua orang.”

Ketika diminta pertanggung-jawaban atas kasus ijazah Jokowi dalam kapasitasnya sebagai pihak yang membawa suami Iriana itu ke panggung kepemimpinan daerah dan nasional, Yudhie mengelak. Dia beralasan bahwa perannya bersama rekan-rekan relawan lainnya, seperti Iwan Piliang, hanya fokus ke materi pemenangan saja.

“100% team lingkar luar tidak tahu. Kami fokus di materi pilgub dan pilpres,” akunya berkilah.

Lantas siapa yang bertanggung jawab atas munculnya ijazah UGM Joko Widodo yang diyakini palsu dan akhirnya menjadi skandal terbusuk dalam seleksi kepemimpinan di negara ber-Pancasila ini? 
 
“Ijazah Pak Jokowi yang atur itu Pratikno,” ujar Yudhie singkat menunjuk kepada sosok mantan Rektor UGM periode 2012-2017, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc.

Saat ditanyakan siapa saja yang mungkin ikut terlibat dalam pembuatan ijazah UGM made in Pasar Pramuka tersebut, Yudhie Haryono serta-merta menjawab hanya Pratikno sendiri.
 
“Aktornya tunggal: Pratikno!” sebutnya dengan yakin dan menegaskan.

Legitimasi akademik Presiden Joko Widodo sebenarnya telah lama menjadi bahan perdebatan publik. Bahkan, kasus ini telah menelan beberapa korban dipenjarakan karena mengusik keberadaan ijazah UGM yang diklaim palsu dan digunakan oleh Jokowi untuk mendaftarkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta dan calon Presiden Republik Indonesia.

Meskipun UGM telah berulang kali menegaskan bahwa Jokowi lulus dari Fakultas Kehutanan, semakin banyak aktivis dan kritikus yang mempertanyakan keaslian ijazahnya. 
 
Sayangnya, masih sangat sedikit yang menyoroti peran Pratikno—mantan Rektor UGM dan Menteri Sekretaris Negara di masa kepresidenan Jokowi lalu—yang memiliki ruang paling besar untuk melakukan tindak pemalsuan tersebut.

Terlepas dari apakah dugaan terhadap Prof. Pratikno sebagai aktor utama pemalsuan ijazah UGM Jokowi terbukti atau tidak, kontroversi kasus tersebut akan menjadi catatan sejarah terburuk di bangsa ini tentang kredibilitas, integritas, dan kejujuran, baik dalam ranah politik dan kepemimpinan maupun di dunia akademik Indonesia. 

Dugaan bahwa seorang mantan rektor dan menteri kabinet dapat terlibat dalam skandal semacam itu menimbulkan pertanyaan yang sangat meresahkan tentang merosotnya nilai kejujuran, integritas kepemimpinan bangsa, dan mekanisme akuntabilitas.

Seiring meningkatnya seruan untuk transparansi dari para pemangku kepentingan, publik menunggu penyelesaian yang pasti dan “in kracht van gewijsde”. 
 
Seperti kata Prof Sahetapy, kebenaran akan terus memburunya. Hingga saat itu tiba, bayang-bayang ijazah Jokowi—dan dugaan peran Prof. Pratikno di dalamnya—akan terus menghantui bangsa ini dari generasi ke generasi. 


(TIM/Red) HI
 

Sumber : Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke

Senin, 20 Oktober 2025

Kadinkes Mengamuk Saat Sidang, Hasil Audit Dugaan Mal Praktek RS Hastien Picu Kericuhan RDP Komisi IV DPRD Kab.Karawang


KARAWANG, HI - Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Karawang, Endang Suryadi, mengamuk hingga berteriak di ruang sidang saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Kabupaten Karawang, Senin (20/10/2025). 

Kericuhan terjadi saat Endang ditekan soal hasil investigasi dugaan malpraktik di RS Hastien yang belum tuntas.

RDP yang dipimpin Ketua Komisi IV, Asep Junaedi, dihadiri perwakilan Dinas Kesehatan, RS Hastien, serta LBH Bumi Proklamasi dan Forum Karawang Utara Bergerak (FKUB) sebagai pendamping keluarga korban.

Sejatinya, rapat berjalan tenang. Namun ketegangan memuncak ketika FKUB mempertanyakan hasil audit Dinkes terkait dugaan malpraktik medis. 

Menanggapi pertanyaan tersebut, Endang mengaku belum merekap hasil investigasi secara final.

"Belum, kami belum merekap hasil audit kemarin,” ujarnya di depan anggota dewan dan audiens. 

Pernyataan ini ternyata memicu kemarahan audiens, yang menilai Dinas Kesehatan tidak profesional karena hadir tanpa data konkret.

Ketegangan memuncak ketika Sekretaris Komisi IV, Asep Syaripudin, meminta penjelasan lebih lanjut. 

Alih-alih memberi jawaban, Endang kehilangan kendali dan berteriak dengan nada tinggi, "Yang bilang sudah final siapa! Yang bilang final siapa!” teriak Endang dengan nada tinggi.

Perdebatan pun tak terbendung hingga pimpinan rapat memutuskan menunda RDP sampai waktu yang belum ditentukan.

"Kami meminta maaf atas situasi ini. Jadwal RDP lanjutan akan diinformasikan kemudian,” ujar Asep Syaripudin.

Hingga berita ini diterbitkan, Kadinkes Endang Suryadi belum memberikan klarifikasi resmi atas kemarahannya.

Sementara itu, audiensi menyatakan kecewa serta menegaskan akan menempuh jalur hukum atas tindakan dan perilaku Kadinkes.


(Yusup) HI

Selasa, 14 Oktober 2025

Perkara Tipikor PNBP, Kejati Kepri Menerima Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Sebesar $272.497 Dari Dirut PT BDP


KEPRI, HI - Kejaksaan Tinggi Kepualaun Riau melalui Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus menerima pengembalian kerugian keuangan negara sebesar $272.497 dari Abdul Chair Husain selaku Direktur Utama PT. BIAS DELTA PRATAMA (sekarang) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada pelabuhan sewilayah Batam Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 s/d 2021, Selasa (14/10/2025).

Berdasarkan Laporan Hasil Audit Badan Pengelolaan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau Nomor : PE.03.03/LHP-355/PW28/5/2024 Tanggal 17 Setember 2024 terdapat Kerugian Keuangan Negara khusus untuk PT. Bias Delta Pratama sebesar $272.497 (dua ratus tujuh puluh dua ribu empat ratus Sembilan puluh tujuh) dolar Amerika yang diserahkan langsung oleh Abdul Chair Husain kepada Tim Penyidik yang dipimpin oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Mukharom, S.H., M.H. didampingi Kasi Penyidikan dan Tim Penyidik yang dilaksanakan di gedung Pidsus Kejati Kepri.
 
"Kemudian uang tersebut telah dilakukan penyitaan dan dititipkan di PT. Bank Negara Indonesia (Persero Tbk) BNI Cabang Tanjung Pinang KCP Pamedan melalui Rekening atas nama Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau," ujar Mukharom.

PT Bias Delta Pratama sejak tahun 2015 sd 2021 yang merupakan Badan Usaha Pelabuhan melaksanakan kegiatan Pemanduan dan Penundaan tanpa adanya suatu Kerjasama Operasional (KSO) dengan BP Batam pada wilayah perairan Kabil dan Batu Ampar tidak terdapat Kerjasama Operasional (KSO) dengan BP Batam sejak tahun 2015 sampai dengan 2018 dimana PT. Bias Delta Pratama sehingga BP Batam tidak memperoleh bagi hasil yang sesuai dari pelaksanaan kegiataan pemanduan dan Penundaan yang illegal atau tidak berdasar dan hanya memiliki Kerjasama berdasarkan Perka Nomor 16 Tahun 2012 terkait presentase 20% ditunjukan untuk Kapal Tunda. 
 
"Namun kegiatan Pandu Kapal hanya berdasarkan kesepakatan perjanjian Kerjasama antara pihak penyedia (BUP) dan BP Batam sedangkan dalam perkara ini tidak ada dasar hukum terkait perjanjian Kerjasama tersebut sehingga PT Bias Dellta Pratama tidak menyetorkan PNBP berupa bagi hasil kepada pihak BP Batam sebesar 20% dari Pendapatan dari Jasa Pemanduan dan Penundaan," papar Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.

Terkait dengan langkah pengembalian kerugian negara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau J. Devy Sudarso menyampaikan bahwa pengembalian tersebut merupakan prioritas untuk memulihkan keuangan negara dan memberikan efek jera, tetapi tidak menghapuskan pidana bagi pelaku. 
 
"Tindakan ini adalah bagian dari komitmen Kejaksaan untuk memastikan hasil korupsi dikembalikan ke kas negara, bukan untuk meringankan hukuman pidana secara otomatis,"tegas J. Devy Sudarso.

“Konsentrasi penegakan hukum tidak hanya fokus dalam menyelesaikan perkara dengan memenjarakan para pelaku, tetapi juga sangat penting untuk pemulihan kerugian keuangan negara yang pastinya memerlukan cara luar biasa,” pungkas Kajati Kepri.
 
 
(Ricky) HI
 

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

POSTINGAN UNGGULAN

Kelalaian Negara, DPP ASWIN : "Hentikan Dan Segera Cabut Semua Perizinan Perusak Hutan Sumatera, Sekarang Juga!!!"

JAKARTA , HARIAN INDONESIA - Penyelamatan hutan dan tanah  Sumatera  tidak akan pernah terjadi selama pemerintah tetap memberi karpet merah...


POSTINGAN POPULER



NASIONAL


HARIAN INDONESIA

DAERAH