Senin, 27 Februari 2023

TNI AL Angkat Bicara Terkait Marak Kasus TNI Gadungan, Kasal : 'Jangan Sekali-kali Menakuti Dan Menyakiti Hati Rakyat!'

JAKARTA, HI - Belakangan ini marak terjadinya kasus penipuan dengan modus berpura-pura menjadi anggota TNI Angkatan Laut (gadungan), hal tersebut tentu saja merugikan TNI AL khususnya, maupun TNI secara umum. Menyikapi peristiwa ini, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono, angkat bicara, Senin (27/02/2023) di Mabesal, Cilangkap, Jakarta.

JAKARTA, HI - Belakangan ini marak terjadinya kasus penipuan dengan modus berpura-pura menjadi anggota TNI Angkatan Laut (gadungan), hal tersebut tentu saja merugikan TNI AL khususnya, maupun TNI secara umum. Menyikapi peristiwa ini, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono, angkat bicara, Senin (27/02/2023) di Mabesal, Cilangkap, Jakarta.

Menurut Kadispenal, dalam satu bulan terakhir ini, sudah dua kali TNI AL menerima laporan masyarakat yang dirugikan akibat aksi dari TNI gadungan dan hal tersebut sangat meresahkan. Lebih lanjut menurut Laksma Julius, “TNI Gadungan” seringkali bermoduskan penipuan kepada wanita dan dijanjikan untuk dinikahi, bahkan dirugikan hingga ratusan juta rupiah, tentunya ini harus menjadi perhatian.

“Masyarakat harus tahu, bahwa anggota TNI jika akan melangsungkan pernikahan mereka harus izin terlebih dulu kepada satuannya, dengan prosedur yang sudah ditentukan. Bahkan calon wanita harus melaksanakan proses administrasi mulai dari alamat tinggal hingga ke Kesatuan tempat personel calon suami itu berdinas,” tandas Kadispenal.

TNI Gadungan, merupakan orang yang memanfaatkan peluang simbolik untuk mendapatkan penghormatan dari masyarakat, terlebih saat ini media sosial, membuka peluang untuk orang berinteraksi satu dengan yang lainnya secara mudah dan cepat.

“Oleh karena itu, kami menghimbau agar masyarakat lebih hati-hati saat baru mengenal seseorang, yakinkan dan kenali betul orang yang baru dikenal tersebut terlebih dulu kebenarannya apalagi orang tersebut baru di kenal di media sosial,” ungkap Laksma TNI Julius.

Seperti diketahui, bahkan dalam kurun waktu satu bulan ini sudah dua kali adanya laporan terkait kasus “TNI gadungan”. Dipenghujung bulan Januari publik diramaikan dengan penangkapan warga bernama Misbachul Munir yang mengaku berpangkat Laksamana Pertama TNI, bahkan dirinya tidak segan membuat konten TikTok dengan mengunakan atribut TNI AL.

Pada 23 Februari 2023, TNI AL kembali mengamankan warga bernama Eko Wahyudi, di Rawa Badak Jakarta Utara. Dirinya mengaku anggota TNI AL berpangkat Kapten Marinir, melakukan penipuan terhadap dua orang wanita yang dijanjikan akan dinikahi.

Menyikapi hal tersebut, di tempat terpisah Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Muhammad Ali menekankan kepada seluruh prajurit Jalasena, dimanapun berada dan bertugas harus memegang teguh Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Trisila TNI AL. 
“Jangan sekali-kali merugikan rakyat, jangan sekali-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat di manapun berada, prajurit Jalasena harus memberi manfaat bagi masyarakat,” tegas Kasal. 
 
(Pensa) HI

Sabtu, 25 Februari 2023

Disinyalir Lakukan Pungli Pembuatan KTP, Kades Sukajaya Beserta Perangkatnya Dilaporkan Warga ke Polres Lebak

BANTEN, HI - AS Oknum Kepala Desa Sukajaya, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten beserta pegawainya diadukan warga ke Polres Lebak atas dugaan pungutan liar (Pungli) pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Jum'at (24/2/2022).

BANTEN, HI - AS Oknum Kepala Desa Sukajaya, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten beserta pegawainya diadukan warga ke Polres Lebak atas dugaan pungutan liar (Pungli) pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Jum'at (24/2/2022).

Aksi warga tersebut merupakan bentuk protes terhadap oknum pemerintah desa yang seperti menjadikan masyarakatnya  sebagai ajang bisnis mencari keuntungan pribadi.

Salah seorang pelapor H. Isro Widodo  mengatakan, hari ini dirinya bersama masyarakat melaporkan dugaan tindakan pungli pembuatan KTP yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa Sukajaya beserta pegawainya.

"Saya merasa dirugikan karena progam pemerintah yang seharusnya bisa dirasakan manfaatnya malah di rusak oleh ulah oknum pejabatnya sendiri, hanya dengan nominal Rp.50 ribu per KTP citra Pemerintah menjadi tercoreng," katanya usai membuat aduan ke Polres Lebak.

Lanjut H. Isro, selain mencoreng institusi Pemerintah, tindakan pungli sama saja  menyengsarakan masyarakat.

" Seharusnya sebagai pemangku kebijakan harus bisa bijak dan  mengukur ekonomi masyarakat karena tidak semua masyarakat mapan. Kita sebagai pemangku kebijakan juga harus memperhatikan itu, jangan karena kita (masyarakat,-red) orang awam bisa seenaknya saja dipermainkan," cetusnya.

Menurutnya, korban yang saat ini melapor ke Polres Lebak merupakan sebagian besar masyarakat yang dirugikan oleh para oknum tersebut.

"Saya yakin masyarakat yang lain juga merasakan hal yang sama namun tidak berani melaporkannya," ungkapnya.

Lebih lanjut dirinya sebagai masyarakat Desa Sukajaya berharap kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Polres Lebak untuk segera mengusut tuntas permasalahan yang telah diadukan masyarakat Desa Sukajaya terkait dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum kepala desa beserta stafnya.

"Kami berharap Polres Lebak segera menindaklanjuti laporan kami dan mengusut tuntas permasalahan ini, jangan sampai kami masyarakat awam pengetahuan ini dijadikan ajang bisnis oleh oknum oknum yang bersembunyi di baju Pemerintah," pungkasnya.

Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas.

Sebelum berita ini di muat awak media masih mencoba mengkonfirmasi pihak-pihak terkait. 
 
(Enggar) HI

Kamis, 23 Februari 2023

Catatan Hendry CH Bangun Dalam, 'Fungsi Dewan Pers Pendataan Dan Memang Bukan Pendaftaran'

JAKARTA, HI - Saya sebenarnya tidak ingin seperti berpolemik dengan Wina Armada Sukardi, pakar hukum pers yang dua periode menjadi anggota Dewan Pers dan pernah menjabat Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, terkait artikelnya “Tidak Ada Kewajiban Perusahaan Pers Mendaftar di Dewan Pers”.

JAKARTA, HI - Saya sebenarnya tidak ingin seperti berpolemik dengan Wina Armada Sukardi, pakar hukum pers yang dua periode menjadi anggota Dewan Pers dan pernah menjabat Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, terkait artikelnya “Tidak Ada Kewajiban Perusahaan Pers Mendaftar di Dewan Pers”.

Mengapa? Ada dua alasan. Pertama, saya sudah selesai bertugas di Dewan Pers setelah menjadi anggota dua kali dan terakhir menjabat sebagai Wakil Ketua. Kedua, pandangan seperti itu pun pernah disampaikan ahli pers Kamsul Hasan yang juga lama menjadi pengurus PWI.

Apa yang disampaikan itu betul adanya, dasarnya Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers, yang kalau merujuk ke Pasal 15 ayat (g) mengatakan salah satu fungsi Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers. Jadi yang ada adalah fungsi Dewan Pers. Tidak ada kewajiban perusahaan pers untuk mendaftarkan diri. Sifatnya satu arah, bukan resiprokal. Karena beberapa orang bertanya, tulisan itu dimuat di banyak media siber khususnya  yang pimpinan atau pemiliknya dari PWI, saya perlu merasa menulis supaya tidak timbul salah faham karena seolah mempertentangkan pendataan dan pendaftaran yang memang berbeda.

UU 40/1999 yang dibuat saat terjadi euphoria reformasi memang dibuat sebebas mungkin akibat trauma dari era Orde Baru yang dengan berbagai upaya ingin membungkam pers. Oleh karena itu salah satu wujud dari betapa hebatnya UU 40/1999 ini adalah tidak ada turunannya entah itu berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden, dst. Kalaupun akhirnya ada, maka aturan yang dibuat haruslah berupa swa regulasi yang dibuat masyarakat pers sendiri, difasilitasi Dewan Pers, sebagaimana disebut di Pasal 15 ayat (f) UU 40/1999. Dengan prinsip dari, oleh, dan untuk pers itu sendiri. Atur sendiri, ya ikuti dan taati, apabila sudah semua sepakat menjadikannya sebagai aturan.

Salah satu tonggak dari kekompakan masyarakat pers dalam mengatur dirinya sendiri itu, tertuang di Piagam Palembang 2010 yang ditandatangani pimpinan media arus utama Indonesia di Hari Pers Nasional 2010 di Sumatera Selatan. Kala itu, media cetak masih berjaya sehingga kerelaan, keikhlasan untuk diatur oleh Dewan Pers, secara simbolis melambangkan sikap dari sebagian besar masyarakat pers Indonesia.

Ada dua poin penting dari Piagam Palembang yang historis ini, saya kutip agar kita ingat lagi:

Kami menyetujui dan sepakat, bersedia melaksanakan sepenuhnya Kode Etik Jurnalistik, Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Wartawan, Standar Kompetensi Wartawan, serta akan menerapkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan-ketentuan yang berlaku di perusahaan kami.

Kami menyetujui dan sepakat, memberikan mandat  kepada lembaga independen yang dibentuk Dewan Pers melakukan verifikasi kepada kami, para pendatatangan naskah ini, untuk menentukan penerapan terhadap kesepakatan ini. Kepada lembaga itu kami juga memberikan mandat penuh untuk membuat logo dan atau tanda khusus yang diberikan kepada perusahaan pers yang dinilai oleh lembaga tersebut telak melaksanakan kesepakatan ini.

Dasar dari kesediaan itu, sebagaimana disebut dalam alinea kedua preambule Piagam Palembang, “Dalam mewujudkan  kemerdekaan pers serta melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya, pers mengakui adanya kepentingan umum, keberagaman masyarakat, hak asasi manusia, dan norma-norma agama yang tidak dapat diabaikan. Agar pelaksanaan kemerdekaan pers secara operasional dapat berlangsung sesuai dengan makna dan asas kemerdekaan pers yang sesungguhnya, maka dibutuhkan pers yang profesional, tunduk kepada undang-undang tentang pers, taat terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan didukung oleh perusahaan pers yang sehat serta serta dapat diawasi dan diakses secara proporsional olehmasyarakat luas.”  

Kebersediaan diatur ini tentu karena asumsi, keyakinan bahwa Dewan Pers sudah independen sejak UU No.40/1999 berlaku, yang anggotanya tidak lagi ditunjuk pemerintah seperti sebelumnya, tetapi dipilih masyarakat pers sendiri, dari kalangan wartawan, perusahaan pers, dan masyarakat. Dengan kata lain, menyerahkan diri diatur Dewan Pers artinya sama dengan mengatur diri sendiri alias swaregulasi. Mengatur sesuai dengan kehendak kalangan pers sendiri.

Adanya Piagam Palembang ini berkonsekuensi banyak. Apabila wartawan di media “besar” sebelumnya malas dan merasa tidak perlu untuk ikut uji kompetensi, pelahan tapi pasti mulai bersedia. Wajar karena perusahaannya sudah menyatakan bersedia sepenuhnya mengikuti Standar Kompetensi Wartawan, yang antara lain menetapkan Pemimpin Redaksi dan Penanggung Jawab harus bersertifikat Wartawan Utama. Tidak ikut berarti, secara struktural karier si wartawan tidak akan sampai di puncak.

Perusahaan Pers dengan kesediaan itu, mewajibkan dirinya memberi gaji minimal setara dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) 13 kali setahun (termasuk Tunjangan Hari Raya), karena itu menjadi peraturan perusahaan, mengikuti peraturan Menteri Tenaga Kerja yang diadopsi di Peraturan Dewan Pers No.5 tahun 2008  tentang Standar Perusahaan Pers.

Perusahaan pers besar juga bersedia diverifikasi oleh Dewan Pers. Dalam artikel Wina Armada ditulis, tidak perlu anggota Dewan Pers yang repot-repot turun untuk verifikasi faktual karena banyak urusan lain yang lebih penting untuk dikerjakan. Tetapi sering kehadiran anggota ini penting, khususnya untuk memberi persepsi kepercayaan terhadap lembaga.

Misalnya saja ketika mengecek akte notaris suatu media, yang di dalamnya ada jumlah modal, pemegang saham, dll, yang bagi perusahaan adalah rahasia. Kalau staf sekretariat yang datang, saya tidak yakin pimpinan media yang diverifikasi mau memberikan datanya, takut bocor atau apapun namanya. Saya beberapa kali meyakinkan data itu bersifat rahasia, tidak akan bocor dan saya jaminannya. Mereka percaya.  Tentu saja, data itu sampai tahapan tertentu juga bisa diakses di lembaga negara, tetapi ketika berhadapan langsung, sosok pemverifikasi menjadi urgen.

Terkait dengan pengaturan perusahaan pers ini, memang Standar Perusahaan Pers No. 3 tahun 2019 terasa lebih progresif untuk mengantisipasi beberapa hal yang tidak tercakup di Peraturan No.5/2008, hanya saja menimbulkan konsekuensi berat bagi manajemen perusahaan. Apalagi dikaitkan dengan kondisi ekonomi perusahaan pers, besar apalagi menengah dan kecil, yang kian merosot akibat turunnya pendapatan sementara biaya operasional meningkat.

Misalnya saja, kewajiban untuk memberikan asuransi kesehatan dan asuransi ketenagakerjaan kepada wartawan dan karyawan, di Pasal 20 Peraturan Dewan Pers No.3/2019. Di aturan lama, itu diatur secara umum, di Pasal Pasal 9 yang berbunyi “Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada wartawan dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama.”

Ini agaknya penjabaran lebih dekat dari Pasal 10 UU No.40/1999 tentang Pers yang berbunyi, “Perusahaan Pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.”

Verifikasi Akrual Dan Faktual Media Semakin Membebani
 
Persoalan yang kini menghangat umumnya adalah terkait verifikasi ini. Sifatnya sukarela tetapi menjadi seperti wajib bagi media, karena selain sebagai wujud profesionalisme media, juga ada kaitan ekonomis, sejumlah lembaga di pusat dan daerah, mensyaratkan status terverifikasi untuk dapat menjadi mitra kerja terkait pencitraan lembaga. Bahasa kasarnya, untuk bisa memperoleh jatah iklan.

Ada empat pemerintah provinsi yang mewajibkan status terverifikasi ini yakni Sumbar, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Riau, tetapi hanya Sumbar dan Kepri menjalankan dengan konsisten. Babel masih menunda karena banyaknya protes dari kalangan media, Riau meski sudah didukung penuh organisasi perusahaan pers konsituen Dewan Pers, informasi terakhir belum menjalankan 100%. Di kabupaten dan kota pun sudah banyak yang menerapkan, ada menjalankan dengan ketat, dan masih ada yang longgar karena berbagai alasan, seperti untuk keadilan bagi media yang sudah menjalankan sebagian peraturan Dewan Pers.

Soal verikasi ini ramai diangkat media saat berlangsung Hari Pers Nasional 2020 di Banjarmasin. Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh menegaskan, Dewan Pers tidak pernah meminta pemerintah daerah untuk mensyaratkan status terverifikasi untuk menjalin kemitraan. Saya sendiri dalam berbagai kesempatan juga menyatakan hal yang sama. Bagi saya, cukup bahwa perusahaan per situ berbadan hukum Indonesia sebagaimana ditetapkan Dewan Pers, memiliki Pemred dan Penanggungjawab bersertifikat Wartawan Utama sebagaimana diatur Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan, dan mencantumkan dengan jelas alamat redaksi sebagai bentuk akuntabilitas kepada masyarakat.

Begitu pula kalau ada kasus hukum atau masih di tingkat pengaduan ke kepolisian atas sebuah produk jurnalistik, Dewan Pers selalu menjadikan tiga hal di atas sebagai dasar untuk pembelaan terhadap media. Bukan harus terverifikasi baru dibela dan dilindungi eksistensinya. Hal ini juga disebabkan kesadaran dari sisi Dewan Pers bahwa proses verifikasi media secara administratif apalagi faktual, memerlukan proses yang lama.

Ada ratusan perusahaan pers yang antre, untuk diproses karena persyaratan yang belasan jumlahnya, banyak berkas yang harus diperiksa dan dicek atau konfirmasi, sementara sumber daya manusia yang mengurusnya terbatas untuk tidak mengatakan sedikit. Dulu staf sering saya minta agar mereka lembur untuk mempercepat proses, tetapi tetap saja kekuatan fisik dan psikis staf ada batasnya.

Keluarnya Peraturan Dewan Pers No.1 tahun 2023 yang ditetapkan 6 Januari 2023, membuat verifikasi administrasi semakin membebani media, sampai saya mengatakan ini sudah mirip dengan “Deppenisasi” yang berpotensi mematikan kemerdekaan pers, karena “membunuh” kehidupan media kelas UMKM. Kewajiban memiliki minimal 10 wartawan plus karyawan, kewajiban membayar BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan untuk seluruh wartawan dan karyawan, kewajiban membayar upah minimal setara UMP yang ditandai dengan bukti transfer perusahaan ke karyawan, dll membuat media dengan modal sedang atau kecil, mati berdiri.

Seharusnya Dewan Pers memberi keringanan karena kondisi ekonomi perusahaan pers yang terpuruk saat ini, tidak hanya karena perubahan perilaku konsumsi informasi masyarakat dan makin tersedotnya iklan ke media sosial, tetapi juga akibat pandemi selama dua tahun . Bukan malah membebani lagi. Apakah anggota dan staf Dewan Pers tidak pernah turun ke lapangan untuk mengetahui kehidupan ekonomi media yang seharusnya didorong untuk maju dan kini terkesan malah dipersulit?

Dewan Pers Tidak Pernah Mewajibkan Perusahaan Pers Untuk Mendaftar 
 
Kembali ke awal cerita, Dewan Pers tidak pernah mewajibkan perusahaan pers untuk mendaftar karena itu bertentangan dan tidak diatur di Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers. Sebaliknya media berlomba-lomba ingin diverifikasi karena inilah jalan keluar dari pendapatan yang semakin sulit, antara lain akibat pertumbuhan media siber yang abnormal. Dan fakta bahwa pemerintah daerah dan lembaga menjadikan status terverifikasi sebagai saringan untuk memudahkan pilihan, mana yang diajak kerjasama, efisiensi, pertanggungjawaban anggaran yang akuntabel, serta keterbatasan anggaran.

Media massa profesional masih dibutuhkan negeri ini untuk mengimbangi kebisingan dan banjir informasi lancung dari media sosial sehingga semua pihak khususnya Dewan Pers amat berkepentingan memberikan ekosistem yang baik. Jangan biarkan mereka hidup segan mati tak mau di lahan gersang, khususnya media produk wartawan profesional, wartawan idealis, yang ingin menjalankan peran sebagai alat menyalurkan aspirasi masyarakat, mengedukasi masyarakat , melakukan fungsi kontrol, menjadi ajang diskusi atas masalah-masalah kebangsaan dan negara, dan seterusnya.

Sebaliknya Dewan Pers harus memunculkan gagasan, melakukan diskusi-diskusi intensif, bagaimana agar pers ini mendapat nafas lebih banyak, memiliki ruang hidup yang lebih luas, dan memilah-milah mana yang lebih penting dari 7 fungsi Dewan Pers yang disebutkan di Pasal 15 UU No.40/1999 agar mendukung dan bukan malah menghalangi pelaksanaan peran pers nasional seperti dinyatakan Pasal 6 UU No.40/1999:
 
-Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
-Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan
-Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
-Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
-Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Itulah cita-cita perancang UU No.40/1999 dan sungguh berdosa apabila kita lupa dan malah cenderung mengabaikannya karena asyik dengan hal remeh-temeh yang mestinya diurus belakangan. Seperti kata pujangga Jawa Ronggowarsito dalam salah satu bait di Serat Kalatida:
 
//Dilalah kersa Allah/ begja-begjaning kang lali/luwih begja kang eling lan waspada// yang  artinya..//Sudah kehendak Allah/betapapun bahagianya orang yang lupa/lebih berbahagia mereka yang sadar dan waspada//.Wallahu a’lam bishawab.
 
Ciputat, 22 Februari 2023
 
    (Hendry CH Bangun) 
Mantan Wakil Ketua Dewan Pers

Selasa, 21 Februari 2023

IDI Cabang Jakarta Timur Gelar Rapat Kerja di Hotel Harper Ballroom HK Tower, Susun Program Kerja Tiga Tahun


JAKARTA, HI - Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jakarta Timur periode 2022-2025 menggelar Rapat Kerja (Raker) di Hotel Harper, Ballroom HK Tower, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (19/02/2023). Setelah sebelumnya resmi dilantik dan dikukuhan pada Minggu (29/01/2023) di Aula Rumah Sakit Polri Said Soekanto Jl. Raya Bogor KM 01, Kramat Jati, Jakarta Timur, DKI Jakarta.(20/02/2023)

Raker IDI Cabang Jakarta Timur ini dalam rangka menyusun program kerja pengurus selama tiga tahun. Pengurus IDI Cabang Jakarta Timur terdiri dari 3 Wakil Ketua bidang besar yang membawahi MKEK dan 13 bidang yang masing-masing bidang memiliki rencana program kerja, untuk tujuan masyarakat dan anggota.

"Kami menggelar Raker IDI Cabang Jakarta Timur sebagai amanah tugas organisasi dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Raker ini dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam masa kepengurusan," ujar Dr. Huntal Napoleon Simamora, Sp.BP-RE, Subsp LBL (K), FIHFAA, FRSPH, Ketua IDI Cabang Jakarta Timur kepada media, Minggu (19/02/2023).

Dr. Huntal sapaan akrabnya menegaskan bahwa, pengurus IDI Cabang Jakarta Timur memiliki 13 bidang kerja yang menyusun rencana program masing-masing. Semua rencana program kerja ini sudah dirapatkan secara bottom up dari bawah masing-masing bidang.

"Semua bidang sudah merapatkan masing-masing . Selanjutnya diteruskan ke rapat bidang besar dan hari ini di rapatkan di Raker IDI Cabang Jakarta Timur," jelas Dr. Huntal.

Katanya program kerja tersebut, yaitu Bidang BHP2A, Bidang Kesejahteraan Kesejawatan, Pusat data dan Informasi, Bidang Organisasi, Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Bidang Pengabdian Masyarakat sampai ke Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. Masing-masing bidang memberikan usulan dan rencana kerja masing-masing.

"Contohnya seperti Bidang Pusat Data dan Informasi akan mengembangkan website IDI Cabang Jakarta Timur, yang memfasilitasi kebutuhan anggota dan masyarakat. Bahkan akses dan aplikasi ini bisa interaktif dan terdigitalisasi dalam mengisi data," ungkap Dr. Huntal.

Sehingga, kata dokter bedah plastik rekonstruksi dan estetik ini, para anggota IDI dalam mengirim berkas-berkas tidak lagi secara fisik. "Tapi juga bisa secara online dan digital," sambungnya.

Selain itu, seperti Bidang Program Pendidikan Berkelanjutan Dokter (P2KB) tentang resertifikasi pelayanan dan pembelajaran selama lima tahun. Bidang kesejawatan dan kesejahteraan anggota.

"Bagaimana dokter juga bisa memiliki kesejahteraan dan kesejawatan dokter bisa meningkat. Hal ini adalah juga menjadi tanggung jawab Pengurus IDI Cabang Jakarta Timur kepada anggota ada kesejahteraan dan kesejawatan," imbuhnya.

Selanjutnya, seperti Bidang Pelayanan Masyarakat dan Bidang Komplementer. Bidang ini adalah bidang yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat, bagaimana peran IDI bersifat aktif kepada masyarakat.

"Bukan saat ketika bencana saja, tapi juga saat ada problem kesehatan, problem sosial. Contoh seperti stunting pada balita dan meningkatnya kejadian TB yang terjadi di kehidupan masyarakat, bagaimana IDI bisa turun ke masyarakat, melakukan edukasi, screening sampai pengobatan gratis kepada masyarakat. Yang intinya IDI hadir mendukung program pemerintah," tegas Dr. Huntal.

Sementara itu, Dr. Aldrin Neilwan P, S.pAK, M.Biomed (Onk), MARS, M.Kes, SH Ketua IDI Wilayah DKI Jakarta saat Raker IDI Cabang Jakarta Timur menyampaikan, seperti kita ketahui bersama satu organisasi terdiri banyak anggota yang memiliki satu tujuan bersama. Setiap orang memiliki pandangannya masing-masing.

"Untuk itu kita perlu melakukan suatu konsolidasi, agar apa yang kita laksanakan itu bersinergi. Sehingga hasilnya bisa lebih efektif dan lebih efisien. Namun juga kita perlu melakukan raker yang bisa menterjemahkan apa yang menjadi harapan organisasi yang dilimpahkan kepada Ketua Cabang," kata Dr. Aldrin sapaan akrabnya.

Kata dia, tentunya kemudian Ketua Cabang mendelegasikan seluruh pengurusnya, dan ikut kita bisa saling berkaitan dan saling membantu. Sehingga akan menjadi tugas Ketua Cabang itu lebih mudah ke seluruh anggota IDI

"Jadi artinya Ketua itu mempunyai suatu tanggung jawab dan tidak mungkin diselesaikan oleh Ketua sendiri. Maka Ketua mendelegasikan tanggung jawabnya dan kewenangannya kepada bidang-bidang," jelas Dr. Aldrin.

Menurutnya, suatu organisasi harus mempunyai kegiatan yang pertama memperkuat dari sisi dalam, bagaimana aturan mainnya dan apa yang menjadi suatu persyaratannya. Kemudian kedua ada lagi hubungan antar lembaga, bagaimana dia bisa menjadikan dirinya menjadi alat transportasi menghubungkan antara IDI dan Steak Holder lainnya.

"Inilah contoh tugas Ketua Cabang IDI, jika pencapain-pencapain ingin mudah diraih," tukas Dr. Aldrin.

Katanya, kita memang IDI ada dua, kesejahteraan anggota dan pengabdian masyarakat. Dan ini ceritanya lebih pada kesejahteraan anggota.

"Begitu kita bilang kesejahteraan itu sifatnya luas. Ada yang bersifat materi dan non materi. Nah bagaimana kepengurusan IDI Cabang Jakarta Timur ini, bisa memfasilitasi, sehingga anggota lebih sejahtera," ungkapnya.

Misalnya kata Dr. Aldrin, kesejahteraan yang bukan bersifat materi, kita membuat suatu pertemuan rutin atau gathering. Antar pengurus dan melibatkan anggota IDI Cabang Jakarta Timur yang bentuknya macam-macam.

"Misalnya olahraga bersama, outbond sampai kegiatan keagamaan atau memberdayakan bisnis anggota. Yang intinya memberikan efek secara materi dan non materi untuk mempererat jalinan silaturahmi persaudaraan dan kesejawatan anggota," pungkas Mantan Ketua IDI Cabang Jakarta Timur sebelum Dr. Huntal ini.

Dalam Raker IDI Cabang Jakarta Timur ini tampak hadir Dr. Fazilet Soeprapto, MPH sebagai Ketua Panitia dan Sekretaris Umum dibantu Wakil Sekretaris Dr. Didi Haryadi, Dr. Deiby Kotambunan dan Dr. Mesati M Gulo serta Dr. Harun Arrasyid Rydha, SpA sebagai Bendahara IDI Cabang Jakarta.

Selain itu hadir juga sebagai Narasumber Kebijakan Pemerintah yaitu Kasudinkes Jakarta Timur, Kepala BPJS Jakarta Timur,dan Kepala PTSP Jakarta Timur. 
 
(Syafrudin Budiman SIP) HI

Senin, 20 Februari 2023

R-Perpres Media, Ketum SMSI Ingatkan Kemenkominfo Surat Alm Azyumardi Poin 19 : 'Jangan Ada Agenda Bunuh Perusahaan Pers'!

JAKARTA, HI — Dewan Pers secara resmi telah menyerahkan rancangan peraturan presiden (R-perpres) media berkelanjutan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pada Jumat (17/2/2023). Naskah draf diserahkan langsung oleh Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, dan diterima oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Usman Kansong, di Jakarta, (19/2/2023).

JAKARTA, HI — Dewan Pers secara resmi telah menyerahkan rancangan peraturan presiden (R-perpres) media berkelanjutan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pada Jumat (17/2/2023). Naskah draf diserahkan langsung oleh Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, dan diterima oleh Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Usman Kansong, di Jakarta, (19/2/2023).
 
Penyusunan Rancangan Perpres, terkait Media Berkelanjutan atau publisher right platform digital di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (15 /2/2023 sempat ricuh.
 
Kericuhan berlangsung ketika rapat koordinasi yang difasilitasi Kementarian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) bersama Dewan Pers dan Konstituennya terjadi silang pendapat secara tajam sehingga rapat dihentikan sebelum membahas mekanisme penting tentang draf perpres publisher right media digital/media berkelanjutan.
 
Rapat dilanjutkan keesokan harinya oleh Dewan Pers dan konstituennya, di Hotel Horison, Bekasi pada 16-17 Februari 2023. Namun hasil rancangan draf hanya ditandatangani oleh lima konstituen Dewan Pers, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Perusahaan Pers (SPS), dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
 
Sedangkan empat Konstituen Dewan Pers lainnya yaitu Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) dengan tegas mereka semua menolak menandatangani Draft Rancangan Perpres tersebut.
 
Sementara konstituen Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) tidak ikut hadir, dalam rapat penyusunan R-Perpres Media Berkelanjutan oleh Dewan Pers.
 
SMSI yang diwakili oleh Wakil Ketua Umum Yono Hartono dalam penyusunan draf tersebut menolak Pasal 8 Bab V ayat (1) dan (2) Terkait Verifikasi oleh Dewan Pers.
 
Pasal itu berbunyi bahwa Perusahaan Pers yang bisa mengajukan permohonan berunding atau negosiasi dengan Perusahaan Platform Digital hanya perusahaan yang sudah terverifiksi Dewan Pers.
 
Penolakan itu kemudian dicatat dalam draf yang ditandatangani oleh lima konstituen Dewan Pers, termasuk SMSI.
 
Keterangan pers Dewan Pers yang diterima kantor pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) di Jakarta Sabtu malam (18/2/23), Ketua Dewan Pers Dr Ninik Rahayu mengtakan, draf R-perpres itu diberi judul Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Media Berkualitas.
 
Dalam proses finalisasi R-perpres tersebut, Dewan Pers telah mengundang seluruh 11 konstituen untuk membahas materi draf media berkelanjutan tersebut.
 
“Penyusunan draf tersebut dilakukan dengan menyandingkan usulan tim kelompok kerja (pokja) yang dibentuk Dewan Pers (27 pasal) dan dari Kominfo (13 pasal). Hasil akhir draf terdiri atas 14 pasal,” ujar Ninik.
 
Ia menambahkan, draf ini akan diserahkan kepada presiden dengan tembusan Kemenkominfo sebagai pihak yang mengajukan izin prakarsa.
 
Sebagai bukti bahwa Dewan Pers telah melakukan keterbukaan publik, draf tersebut juga sudah disampaikan di situsweb Dewan Pers (https://s.id/1zLCk) sesuai dengan permintaan anggota konstituen yang selalu mendukung dan memperkuat kelembagaan Dewan Pers.
 
Adapun materi usul pokja yang tidak tertampung di draf R-perpres akan dimasukkan dalam draf peraturan pelaksana. Selanjutnya, untuk pembahasan R-perpres antarkementerian, Dewan Pers menugaskan tiga anggota –Asmono Wikan, Arif Zulkifli, dan Totok Suryanto— beserta dua wakil konstituen serta tenaga ahli Dewan Pers.
 
Sementara itu, Usman Kansong dalam keterangannya menyatakan, usulan itu akan dibahas mulai hari ini dalam rapat panitia antarkementerian.
 
Usulan yang dibahas adalah draf hasil kajian Dewan Pers dan konstituen. “Minggu depan, saya diminta Setneg untuk membawa draf yang sudah dibahas bersama. Jika memungkinkan, anggota Dewan Pers yang sedang bertugas di luar bisa bergabung dalam aplikasi zoom,” ujar Usman.
 
Selanjutnya, dia minta agar draf yang disusun pokja disebut sebagai draf Dewan Pers (DP). Hal ini lantaran tim pokja tersebut dibentuk oleh Dewan Pers.
 
Tentang judul draf, dia mengingatkan bahwa umumnya tidak menyatakan tujuan adanya regulasi. Meski demikian, ia mengakui diksi jurnalisme berkualitas adalah hal sakral yang menjadi acuan bersama.
 
SMSI Mengingatkan Kemenkominfo Terkait Muatan Isi Surat Azyumardi Azra
 

Secara terpisah, Ketua Umum SMSI Firdaus mengingatkan, agar penyusunan draf publisher right platform digital, Kemenkominfo tetap memperhatikan masukan-masukan Ketua Dewan Pers sebelumnya, Azyumardi Azra.
 
Sebelum meninggal Azyumardi sempat berkirim surat tertanggal 14 September 2022 yang ditujukan kepada Dirjen IKP Usman Kansong.
 
Surat masukan tersebut antara lain berbunyi, “Biarkan perusahaan pers bersaing dalam mendapatkan iklan dari mana saja, asalkan jangan menjual berita bohong, hoax yang menyesatkan dan meresahkan masyarakat”.
 
Pada poin ke-19 disebutkan “Jangan ada agenda terselubung untuk membunuh perusahaan pers start up yang sekarang berkembang dan 2000 perusahaan di antaranya dibawah binaan SMSI. Diharapkan, peraturan yang diusulkan ini juga nanti memenuhi unsur berkeadilan secara ekonomi dalam melindungi perusahaan kecil, start up”.
 
Soal kualitas berita, Firdaus melihat sudah ada kode etik jurnalistik dan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. “Semua wartawan yang bekerja di perusahaan pers sudah terikat dengan undang-undang pers dan kode etik. Jadi tidak usah diragukan lagi,” tutur Firdaus.
 
(*) HI

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

POSTINGAN UNGGULAN

Kedapatan Bawa Sabu SM Pasrah Mendekam Dalam Bui, Tim Opsnal Sat Narkoba Polres Tapsel Bekuk Pelaku di Aek Pining

TAPANULI SELATAN, HI – Seorang oknum Mahasiswa berinisial, SM (32), warga Desa Wek IV, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Ta...


POSTINGAN POPULER



NASIONAL


HARIAN INDONESIA

DAERAH