Konon menurut Berger, karena proses rasionalisasi atau sekularisasi demikian kuat melindas dimensi spiritual yang dimiliki manusia yang lebih yakin dan percaya dengan pemikiran ilmiahnya atau lebih mengugulkan rasionalitas dengan bebas tanpa kontrol. Sehingga semua hal harus nyata dan riil -- bahkan dimaterialkan agar dapat diukur serta dipastikan seperti angka-angka dan jumlah yang dapat disebut kuantitas tanpa perlu menilik kualitas -- hakekat dari kandungan nilai -- yang tak bisa dibilang dengan angka-angka.
Sedangkan Bryan Wilson menilik secara sosiologis, agama sangat diperlukan untuk memahami dan memaknai nilai-nilai luhur manusia dan kehidupannya yang fana. Karena agama, seperti diungkap Prof. Dr. Haedar Nashir sebagai pedoman untuk meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat. Pendek kata, peran agama sebagai penebar kedamaian, toleran, inklusif dan segala kebajikan yang mulia, kata Haedar Nashir patut dan perlu dijaga bersama semua umat agar hidup dan kehidupan dapat menikmati kedamaian dan ketenteraman.
Dan agama patut dijadikan rujukan kebijakan membangun peradaban yang lebih bermutu dan menyempurnakan kemuliaan manusia. Dan sebagai pembingkai etika, moral dan akhlak mulia manusia, kualitas semua umat beragama harus dijaga bersama, tak perlu mempersoalkan masalah perbedaan cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena hanya dengan begitu, kebangkitan kesadaran dan pemahaman keagamaan yang bisa menghantar jalan menempuh laku spiritual yang ideal dapat tercapai. Karena laku spiritual pun akan menghantar masuk wiliyah keagaman yang semakin luas dan berkualitas.
Banten, 24 Desember 2022
Penulis : Jacob Ereste
Editor : Puspita