Rabu, 06 Juli 2022

Hilang Hak Atas Tanah Senilai Rp 30 Miliar, Kakek 78 Tahun Didampingi Kuasa Hukum Laporkan Hakim Dan Panitra MA Ke KPK


JAKARTA, HI - Sungguh malang benar nasib Herman Djaya. Kakek umur 78 tahun ini sudah 12 tahun lamanya beradu gugatan melawan diduga ''MAFIA TANAH'' berinisial MAW tapi tetap saja berbuah tangan kosong, (05/7/2022).

Berdasarkan keterangan kronologi dari Tim Kuasa Hukum Herman Djaya, Muhammad Mualimin pada Awak Media mengatakan bahwa,"Persoalan tersebut bermula pada 31 Juni 2009, Herman Djaya didatangi Agus Setyanto, Dasri Saleh, dan Marsela. Ketiganya bermaksud meminjam uang senilai Rp500 juta dengan dalih untuk bangun ruko dengan membawa Asli Sertifikat Hak pakai tanah atas nama Muhammad Azis Wellang yang berlokasi di Jalan Kebon Kacang Raya Nomor 49, RT. 001/08, Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Luas tanah 465 M2 (empat ratus enam puluh lima meter persegi)," katanya.

"Selanjutnya,"kata Mualimin,"Herman Djaya menyanggupi utang tersebut dengan syarat waktu pengembalian 2 bulan, Muhammad Azis Wellang memberikan Asli Sertifikat Hak Pakai Nomor 125, Surat Pernyataan Utang, dan Herman Djaya diberi Akta Kuasa untuk menjual sekaligus dilengkapi Akta Pengikatan Jual Beli manakala Muhammad Azis Wellang tidak membayar utangnya."

"Anehnya," lanjut Kuasa Hukum,"Saat perjanjian Muhammad Azis Wellang menyuruh seorang bernama Buce Herlambang untuk mewakilinya memberikan dokumen terkait dan persetujuan atas semua persyaratan yang diajukan Herman Djaya. (Terbukti di kemudian hari beberapa dokumen yang dibawa Buce Herlambang ternyata palsu, termasuk KTP, KK, dan Buku Nikah Muhammad Azis Wellang)."

"Dengan disaksikan notaris," sambungnya, "Uang Rp500 juta itu selanjutnya diterima Buce Herlambang untuk diserahkan ke Muhammad Azis Wellang. Usai terima uang, Muhammad Azis Wellang tidak ada kabar sama sekali alias menghilang. Bahkan hingga lewat 6 bulan pun Herman Djaya tidak dapat mengendus keberadaan si pemilik tanah (Muhammad Azis Wellang)."

"Mendapati gelagat mencurigakan,"ungkap Mualimin," Herman Djaya menggunakan haknya untuk membalik nama tanah tersebut dengan datang ke Kantor Notaris/PPAT Refizal, S.H., setelah sebelumnya membayar lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama 7 tahun tunggakan yang jumlahnya senilai Rp17.231.037."

"Selanjutnya,"kata Kuasa Hukum,"Setelah lama tiada kabar Muhammad Azis Wellang secara arogan tiba-tiba menduduki tanah yang sedari awal jadi jaminan pinjaman senilai Rp500 juta itu menggunakan massa bayaran. Karena merasa memegang Sertifikat No. 125 a.n Herman Djaya, Herman pun menggugat Muhammad Azis Wellang yang masih dan sedang mengklaim tanah tersebut."

"Pada 2013," tutur Muhammad,"Herman Djaya menggugat Perdata Muhammad Azis Wellang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Perkara Nomor: 247/Pdt.G/2013/PN.JKT.PST. Dalam putusannya Hakim menyatakan Sertifikat Milik No. 125 a.n Herman Djaya sah dalam peralihannya sehingga berkekuatan hukum dan Muhammad Aziz Wellang melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menduduki/menguasai tanah orang lain (Pasal 385 KUHP)."

Lanjutnya,"Terkait Muhammad Aziz Wellang yang merasa ditipu dan dibohongi sehingga melaporkan Buce Herlambang ke Polda Metro Jaya guna menyeret keterlibatan Herman Djaya sebagai pengguna Akta, Pengadilan berpendapat pemalsuan diketahui di kemudian hari sehingga Herman terlindung sebagai ''Pembeli Beritikad Baik'' yang tidak tahu menahu terkait Buce Herlambang yang mencatut atau memalsukan nama Muhammad Azis Welang," ungkap Kuasa Hukum.

"Bahkan," tegas Mualimin,"Seiring berjalannya waktu, Buce Herlambang mengakui bahwa dirinya dari awal berkomplot dengan Muhammad Azis Wellang untuk menipu Herman Djaya, termasuk disuruh memalsukan identitas kependudukan milik Muhammad Azis Wellang."

"Tapi di akhir permainan Buce malah dijebak dan dijebloskan sendiri ke penjara oleh Muhammad Azis Wellang agar dia dapat mengklaim dirinya ditipu dan kehilangan tanah atau sebagai korban. Ini merupakan modus baru penipuan yang dijalankan mafia tanah,"tegas Muhammad Mualimin.

"Usai kalah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," lanjutnya,"Muhammad Azis Wellang mengajukan Banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (No.451/PDT/2015/PT DKI) dan Kasasi (No. 2870K/Pdt/2016) di Mahkamah Agung. Kedua upaya hukum lanjutan tersebut menguatkan putusan sebelumnya yang memenangkan Herman Djaya."

"Usai perkaranya inkrach,"tandas Kuasa Hukum,"Herman Djaya bermaksud melaksanakan eksekusi. Pada 21 Agustus 2019 Herman Djaya mendapat Undangan Rapat Koordinasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membahas Eksekusi Pengosongan. Pada hari H, Muhammad Azis Wellang dengan kekuatan uangnya mengerahkan ratusan anggota ormas berpakaian putih-putih sehingga eksekusi lapangan gagal karena adanya bentrokan dan kericuhan."

"Di tengah frustasi dan kecewa karena gagal mengambil hak atas tanahnya, Herman Djaya malah mendapat pemberitahuan bahwa Muhammad Azis Wellang mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada 11 September 2019,"ujar Mualimin.

"Saat harap-harap cemas itulah muncul seorang, sebut saja Mr.X yang yang mengaku punya akses untuk mengatur kasus di lingkungan Mahkamah Agung,"jelasnya.

"Merasa memiliki dasar hukum yang kuat dan percaya pada pengadilan, Herman Djaya tidak menggubris tawaran ''main belakang'' tersebut. Di sisi lain, Herman Djaya juga makin cemas karena dapat informasi kalau Muhammad Azis Wellang melalui oknum seorang pengacara memiliki koneksi ke oknum Panitera dan Hakim MA yang memeriksa permohonan Peninjauan Kembali (PK)," bebernya.

"Guna menghindari kemungkinan ''pembelokan hukum'', serta indikasi adanya anasir non-hukum yang diduga bakal mempengaruhi putusan makin kuat, pada 16 Juni 2021 Herman Djaya mengirim Memorandum No.1310/PAN/INT/HK.02/6/2021 yang diperkuat dengan surat permohonan penjelasan ke Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung RI pada 28 Oktober 2021,"terang Kuasa Hukum.

Pada pokoknya surat tersebut kurang lebih berisi keluhan Herman Djaya:

1. Hanya beberapa minggu usai eksekusi pengosongan lahan gagal, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tiba-tiba memutuskan eksekusi dihentikan dengan dalih Muhammad Azis Wellang pada 11 September 2019 mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) sehingga Kepastian Hukum yang dimiliki Herman Djaya tidak terjamin
2. Pertarungan hukum antara Herman Djaya dan Muhammad Azis Wellang sejatinya ‘’perang’’ antara KORBAN penipuan melawan PENIPU. Dan upaya hukum tak berkesudahan yang dilakukan Muhammad Azis Wellang hanyalah trik, siasat, dan akal bulus untuk menunda adanya eksekusi.
3. Novum atau bukti baru yang diajukan Muhammad Azis Wellang tidak ada atau tidak relevan sama sekali. Sehingga menghentikan eksekusi atas dasar adanya Peninjauan Kembali (PK) memperkuat adanya dugaan unsur-unsur non-hukum yang mempengaruhi keyakinan dan integritas oknum hakim.

"Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Muhammad Azis Wellang yang akhirnya diputus dengan Nomor: 294/PK/Pdt/2020, ternyata benar Herman Djaya dikalahkan dan semua kemenangannya di tingkat I, II, dan III sebelumnya, runtuh seketika oleh suatu PK yang tidak ada bukti baru, mencurigakan, dan kuat dugaan ada ‘’main mata di belakang’’," kata Kuasa Hukum.

"Usai kalah dari ''PK misterius'' itulah, Herman Djaya sebagai korban dan pemilik sah atas tanah di samping mal Thamrin City itu merugi Rp30 M. Dan karena sekarang sudah kehilangan segalanya, Herman mengadukan tingkah polah oknum hakim MA dan panitera mencurigakan itu ke KPK. Berharap lembaga antirasuah berani memeriksa dan membersihkan Supreme Court di Indonesia,"tandas Tim Kuasa Hukum Herman Djaya, Muhammad Mualimin.

''Saya hari ini didampingi Tim Pengacara mengadukan seorang oknum hakim MA dan Panitera. Saya sebenarnya sudah lelah selama 12 tahun saling gugat lawan mafia tanah yang banyak uang,"ungkap Herman Djaya pada wartawan.

Lanjutnya,"Tapi demi keadilan dan kebenaran saya harus terus melawan walau lawan punya koneksi ke sistem peradilan negara ini. Azis Wellang itu pernah coba memenjarakan saya dua kali padahal dulu dia mohon-mohon pinjam uang pada saya,'' kata Herman Djaya dalam keterangan pernya di Kantor KPK, Jakarta, pada Senin (4/7/2022).

Kakek-kakek yang pernah jadi tersangka karena mempertahankan hak dan melawan mafia tanah tersebut sudah putus asa atas maraknya permainan kasus di dalam sistem peradilan.

Oleh karenanya, dengan melaporkan oknum lingkungan MA ke KPK dia berharap jadi warning agar petugas peradilan ingat pada sumpah jabatan dan tidak mempermainkan rakyat pencari keadilan.

''Tadi saya sudah bawa bukti dan petunjuk berjilid-jilid. Bayangkan saja saya sudah menang di Kasasi dan putusan inkrach, semua runtuh gara-gara PK siluman yang ajaib dan sakti. Ini janggal dan mencurigakan. Semua bukti sudah saya serahkan tadi. Kita berharap KPK segera menindaklanjuti ini,'' ujarnya.

Kuasa Hukum Herman Djaya, Muhammad Mualimin memberikan pandangan terkait masalah yang dihadapi kliennya. Menurutnya, pelaporan oknum Hakim dan panitera MA merupakan puncak kekecewaan masyarakat biasa yang sudah ''babak belur'' dari segala sisi kemanusiaan yang diakibatkan terblokirnya akses keadilan.

''Herman Djaya ini sudah rugi segalanya dari segi waktu, kesabaran, kepercayaan, dan keadilan. Ini semua disebabkan saluran keadilan mampet karena birokrasi peradilan kita tidak efisien atau melelahkan. Salah satu kekurangan hukum negara ini banyaknya ''putusan macan ompong''. Banyak orang menang di atas kertas, tapi objek tidak bisa dieksekusi padahal sudah keluar uang banyak,'' bebernya.

"KPK yang galak dalam menangkapi kepala daerah atau anggota DPR," jelas Mualimin, "Mestinya juga harus garang mendobrak ruang-ruang peradilan di Indonesia yang bisa jadi tidak kalah bobrok dibandingkan birokrasi lainnya."

''Saya harap KPK terus pelototi lembaga peradilan. Rakyat kita sudah lelah dengan lika liku lorong gelap pencari keadilan. Selama sistem peradilan masih dihinggapi praktik kotor oknum yang mempermainkan kasus, selama itupula sila kelima Pancasila tidak dapat terwujud. Eksistensi suatu negeri menjadi sebuah tragedi manakala pemegang uang selalu jadi pemenang saat melawan pemilik kebenaran,’’ pungkasnya.

(JL) HI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

HARIAN INDONESIA

POSTINGAN UNGGULAN

Rapat Ditjenpas, Kemen PKP Dan Kemenkeu Bahas Rencana Pemindahan Lembaga Pemasyarakatan Salemba Dan Cipinang

JAKARTA, HI – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) bersama Ditjen Tata Kelola dan Pengendalian Risiko, Kementerian Perumahan dan K...


POSTINGAN POPULER



NASIONAL


HARIAN INDONESIA

DAERAH