
JAKARTA, HI -
Jaksa Agung RI kembali melakukan penghentian penuntutan berdasarkan
keadilan restoratif melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
(JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana. Dimana penghentian penuntutan berdasarkan
keadilan restoratif yang telah disetujui pada hari Senin(04/12/2023),
sebanyak 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif.
JAM Pidum menjelaskan bahwasannya 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dengan Tersangka yang terlibat didalamnya yaitu diantaranya:
JAM Pidum menjelaskan bahwasannya 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dengan Tersangka yang terlibat didalamnya yaitu diantaranya:
-
Tersangka Azmal Saragih alias Amal bin Sarbua Saragih dari Kejaksaan
Negeri Bengkalis, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP
tentang Pengancaman.
-
Tersangka Ahmad Muzakir dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru, yang disangka
melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Tersangka Rolan Lopo alias Rolan dari Kejaksaan Negeri Klungkung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka I Komang Suwardika dari Kejaksaan Negeri Denpasar, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
-
Tersangka Mukhlis alias Yahanda Putri bin Kaming dari Kejaksaan Negeri
Polewali Mandar, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang
Pencurian.
-
Tersangka Inen bin (Alm) Jasan dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang
disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
-
Tersangka Muhammad Ma’un alias Rizal bin Salipudin dari Kejaksaan
Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang
Pencurian atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
-
Tersangka Meyfan Andre Karwanto alias Mefan bin Iwan Karwat Sutisna
dari Kejaksaan Negeri Sumedang, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1
KUHP tentang Penadahan Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
-
Tersangka Iman Firmansyah alias Iman bin Endi Supriadi dari Kejaksaan
Negeri Sumedang, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang
Penadahan Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
-
Tersangka Nur Handayani dari Kejaksaan Negeri Takalar, yang disangka
melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
-
Tersangka Wandi dari Kejaksaan Negeri Takalar, yang disangka melanggar
Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
-
Tersangka Sahran Aidid alias Dg Sawi bin Abdullah Sahran Aidid dari
Kejaksaan Negeri Takalar, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang
Pencurian.
-
Tersangka Tajuddin Dg Sibali bin Baco Dg Nyampa dari Kejaksaan Negeri
Takalar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang
Penganiayaan.
-
Tersangka Windasari Syahrir alias Winda binti Muhammad Syahrir dari
Kejaksaan Negeri Takalar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1)
KUHP tentang Penganiayaan.
-
Tersangka Febrianto Ashar Putra bin Ashar dari Kejaksaan Negeri Wajo,
yang disangka melanggar Primair Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam
Jabatan Subsider Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP
tentang Penipuan.
- Tersangka Dayat bin Anang Ahan dari Kejaksaan Negeri Seruyan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
-
Tersangka Abdul Latif Turua dari Kejaksaan Negeri Fakfak, yang disangka
melanggar Kesatu Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351
Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
-
Tersangka Rita Sahara Tanggareri dari Kejaksaan Negeri Fakfak, yang
disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
"Selanjutnya, saya memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.", jelas JAM-Pidum. Senin(04/12)
JAM-Pidum juga menjelaskan terkait dengan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini yaitu antara lain:
"Selanjutnya, saya memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.", jelas JAM-Pidum. Senin(04/12)
JAM-Pidum juga menjelaskan terkait dengan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini yaitu antara lain:
Telah
dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan
korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana
denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji
tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan
secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan,
dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan
permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih
besar; Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.
(Setiawan) HI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar